NAHI MUNKAR TIDAK DENGAN MENCARI-CARI KESALAHAN


Oleh : Yudit Kandhias S.

Menegakkan syi’ar Amar Makruf Nahi Munkar di akhir zaman merupakan sebuah tuntutan untuk menyelamatkan umat manusia dari azab bencana sebab kemaksiatan yang merajalela, dan juga untuk menjaga kualitas berkehidupan antar sesama, karena kehidupan suatu kaum tidak akan aman dan nyaman ketika tidak ada lagi polisi moral diantara mereka, maka kemaksiatan dan kemunkaran seperti pencurian, tipu-menipu, dan saling memakan. Maka patutlah Islam memerintahkan umatnya untuk senantiasa menegakkan Amar Makruf Nahi Munkar agar berkehidupan yang baik dan sejahtera.

Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS Al Hajj: 41)

Mengapa jika ingin mendapatkan suasana berkehidupan yang baik harus dengan menegakkan Amar Makruf Nahi Munkar? Karena jika kemunkaran itu terjadi namun tidak ada yang menghiraukannya, maka efek negatif kemunkaran tersebut akan menyebar dan merugikan siapa saja yang ada disana meski tidak ikut melakukannya, seperti kemunkaran riba yang haram itu, tidak semua orang melakukannya, namun efek riba secara ekonomi akan dirasakan oleh semua orang.

Maka sebab itu jelaslah bagi kita maksud dari firman Allah Ta’ala:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“ Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS Al Anfal: 25)

Namun ada satu hal yang perlu dipahami dalam proses menegakkan kebenaran ini, bahwa meski usaha kita untuk memberantas kemaksiatan dan kemunkaran itu harus dilakukan semaksimal mungkin, akan tetapi tetap ada batasannya, yaitu tidak menyasar ke kemunkaran yang ditutupi alias tidak dilakukan secara terang-terangan oleh pelakunya, karena yang demikian itu berarti pelaku kemaksiatan tersebut menyembunyikan perilakunya, dan apa yang disembunyikan tidak boleh dibongkar dan dicari-cari hanya dengan prasangka,

sebab Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS Al Hujurat: 12)

Maka tidak dibenarkan seseorang untuk membongkar aib saudaranya dengan alasan nahi munkar, karena hal tersebut telah keluar dari aturan Nahi Munkar, yaitu mencegah kemungkaran yang terlihat, bukan yang disembunyikan, karena jika disembunyikan maka urusannya kembali kepada Allah Ta’ala, adapun kewajiban kita jika tampak saja,

sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:

((أيها الناس قد آن لكم أن تنتهوا عن حدود الله، من أصاب من هذه القاذورات شيئاً فليستتر بستر الله، فإنه من يبدي لنا صفحته نقم عليه كتاب الله))

“Wahai sekalian manusia, hendaklah kalian berhenti dari melanggar aturan-aturan Allah, maka barangsiapa yang masih melakukan perbuatan keji ini hendaklah ia menutupinya dengan tutup yang diberikan Allah (tidak dibongkar), karena bagi siapa yang menampakkannya kepada kami perbuatannya kejinya tersebut, maka akan kami tegakkan padanya hukum Allah”. (HR Malik pada kitabnya Al Muwatta’)

Perhatikan hadits diatas, Nabi tidak menafikan adanya perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan, namun beliau membedakan hukum antara yang disembunyikan dan dengan yang ditampakkan.

Namun bukan berarti juga kita tidak mendakwahkan apa yang benar dan memperingatkan dari kesalahan, hanya saja dengan metode yang berbeda, yaitu dalam bentuk nasehat menasehati secara umum, bukan dengan mencari-cari aibnya secara spesifik.

Mengapa demikian? Karena pada dasarnya Amar Makruf Nahi Munkar ini disyariatkan untuk mendatangkan keamanan dan kenyamanan, bukan menimbulkan permusuhan, sebagaima seringnya permusuhan datang sebab saling curiga mencurigai, seperti pada ayat yang telah kita sebutkan sebelumnya.

Wallahu'allam

Malang, 10 September 2018

Komentar

Postingan Populer