BELAJAR MENGKRITIK PENGUASA DARI IMAM AL GHAZALI DAN KEBOLEHAN BERDEMONSTRASI


Yudit Kandhias S.

Imam Al-Ghazali dimasukkan oleh al-Suyutti dan ibn al-Atsir ke dalam daftar mujaddid abad ke lima. Ia adalah seorang teolog dan sufi disamping itu pemikirannya tentang politik ditemukan dalam beberapa tulisannya, seperti Ihyā’ Ulūm al-Dīn (menghidupkan ilmu agama), al-Iqtishād fi al-I’tiqād (moderasi dalam kepercayaan), dan al-Tibr al-Mabrūk fi Nashīhah al-Muluk (batang logam mulia tentang nasehat untuk raja).

Al-Ghazali berpendapat bahwa manusia itu makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup sendirian yang disebabkan oleh dua faktor:pertama, kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan hidup manusia. Hal ini hanya mungkin melalui pergaulan laki-laki dan perempuan serta keluarga, dan kedua saling membantu dalam menyediakan bahan makanan, pakaian, dan pendidikan anak.

Manusia terbukti tidak bisa hidup sendirian. Ia tidak mampu mengerjakan sawah atau ladang dengan sempurna tanpa bantuan pande besi atau tukang kayu untuk membuat alat-alat pertanian. Ia membutuhkan penggilingan gandum dan pembuat roti untuk menyediakan makanan. Ia membutuhkan tukang tenun dan penjahit untuk pengadaan pakaian.

Demi kesehatan dan keamanannya dia memerlukan tempat tinggal atau rumah yang kokoh dan kuat untuk melindunginya dari udara panas, udara dingin, hujan dan gangguan orang-orang jahat atau pencuri dan serangan dari luar. Untuk itu semua diperlukan kerja sama dan saling membantu antara sesama manusia dari sinilah muncul teori asal mula timbulnya negar

● CARA IMAM AL GHAZALI MENGKRITIK PENGUASA

Al-Ghazali mengajukan pendapatnya tentang perbaikan politik melalui metode, yaitu: metode kritik kepada penguasa, metode pemutusan hubungan dan metode menulis surat kepada raja dan menteri setiap ada kesempatan. (Metode menulis surat kita bisa manfaatkan melalui hal ini dengan cara mengkritik melalui tulisan di media sosial ataupun media cetak di zaman ini.)

Al-Ghazali mengisahkan bahwa para salaf sudah terbiasa menghadapi bahaya dan melakukan nahi munkar secara teranng-terangan tanpa disertai rasa takut menerima pukulan dan siksaan. Diamnya para ulama menyebabkan timbulnya kedzaliman dari pemerintah yang sedang berkuasa. Oleh karena itu mereka mengontrol pemerintah sekuat tenaga karena mereka tahu bahwa orang yang mati dalam hal ini termasuk syuhada.

Rasulullah SAW bersabda : ” Sebaik-baik syuhada’ (mati syahid) adalah Hamzah bin Abd al-Muthalib, kemudian orang yang berdiri di hadapan imam lalu memerintahnya (berbuat ma’ruf) dan mencegahnya (dari berbuat yang munkar).Ia menegaskan bahwa para ulama telah terbiasa mencegah amar ma’ruf nahi munkar, mereka meyakini fadhilah Allah dan mereka rela dengan keputusan Allah untuk memberikan derajat syahid kepada mereka yang gugur dalam menegakkan kalimat-Nya.

Al-Ghazali juga menegaskan untuk mempertanyakan sumber pemasukan penguasa cara pembelanjaan harta mereka serta status halal dan haramnya harta mereka. Ia pun beranggapan bahwa kehancuran rakyat dikarenakan kehancuran raja-raja kehancuran raja-raja dikarenakan kehancuran para ulama dan kehancuran ulama dikarenakan kecintaan mereka kepada harta dan kedudukan. Barangsiapa yang dikuasai oleh dunia maka tidak akan mampu beramar ma’ruf nahi munkar terhadap raja dan pembesar.

- Pemutusan Hububngan

Beliau mengajak umat untuk memutus dari penguasa yang zalim baik dalam bidang ekonomi maupun sosial, menaruh rasa benci terhadap mereka atas kezalimannya, hubungan dengan mereka sedapat mungkin dipersempit jika perlu menjauh dari mereka agar tidak terjadi kontak hubungan.

- Menulis Surat

Salah satu surat yang ditulis oleh al-Ghazali kepada salah seorang penguasa : ” Sungguh memilukan engkau kalungkan kesusahan dan pajak di leher kaum muslimin, sedangkan engkau mengalungi leher kudamu dengan kalung emas.

Al-Ghazali juga menulis surat kepada menteri. Ia menceritakan tentang Thawus, kota yang telah dikunjungi oleh menteri tersebut Kunjungan menteri tersebut dianggap tidak sedikit pun membuahkan perbaikan kondisi kita padahal warga itu telah mengadukan tentang kekurangan gizi dan tingginya harga makanan. Dalam suratnya, al-Ghazali menyatakan :

” Ketahuilah, kota ini kota Thawus telah runtuh karena kelaparan dan kedzaliman. Ketika orang-orang mendengar kedatanganmu dari Istirain dan Damighan, mereka takut. Mulailah para petani menjual biji-bijiannya dan orang dzalim menghentikan kedzalimannya, karena mereka berharap engkau bisa memberikan keadilan mengubah keadaan dan giat dalam perbaikan. Setelah engkau sendiri sampai ke Thawus dan ternyata manusia tidak melihat sedikitpun yang engkau hasilkan, maka rasa takut pun hilang para petani dan tukang roti kembali meniggikan harga dan menimbun bahan makanan dan orang-orang yang dzalim itu semakin berani. Setiap orang yang mengabarkan kepadamu tentang negeri ini berbeda dengan hal tersebut ketahuilah bahwa ia musuh agamamu. Inilah beberapa perbaikan politik yang dikemukakan oleh Al-Ghazali.

Sumber kekuasaan dan kewenangan kepala negara adalah surat al-Nisa’, ayat 59 dan surat Ali Imran, ayat 26 meskipun begitu jalannya pemerintahan harus selalu dikontrol oleh para ulama’ dengan mekanisme kritik yang membangun, memutuskan hubungan kepada mereka yang dzalim bahkan dengan pengiriman surat sebagai peringatan.

Sebuah negara akan bisa berdiri dengan tegak bila ditopang oleh empat profesi pilar yaitu pertanian, pemintalan, pembangunan dan politik. Profesi yang disebut terakhir adalah yang terpenting, maka mereka yang terlibat dalam profesi itu harus memiliki pengetahuan, kemahiran dan kearifan yang memadai.

● KEBOLEHAN BERDEMONSTRASI

Demonstrasi  menjadi lokomotif yang digemari rakyat secara umum sebagai sarana dalam memprotes (amar makruf nahi munkar) terhadap berbagai problematika publik.  Islam sendiri membolehkan aksi protes dalam perkara hukum (politik) maupun non hukum (non-politik), bahkan antar teman sendiri atau orang di sekelilingnya, apalagi bila ia dalam keaadan terzholimi, maka ia boleh untuk menyangkalnya (protes) dengan berbagai sarana atau media yang diperlukan asalkan tidak membalasnya dengan bentuk kezholiman yang lain atau justru akan  merugikan yang lain, dan seorang muslim seharusnya melakukan aksi protes dengan segala sarana yang bukan kategori dosa.

Dalam aksinya, banyak hal yang menjadi polemik dalam demonstrasi itu sendiri. Kerusuhan, anarkis, arogan, perusakan transportasi umum  dan hal-hal negatif sering dikaitkan dengan aksi demonstrasi, namun disisi lain ada beberapa problematika rakyat yang bisa terselesaikan lebih cepat dengan cara berunjuk rasa.

Para ulama tidak ketinggalan dalam menyikapi urusan penting ini, terjadi pro-kontra antar ulama terkait hukum boleh atau tidaknya demonstrasi, mengingat bahwa demonstrasi digunakan masyarakat sebagai sarana dakwah (amar makruf nahi munkar) terhadap masyarakat luas atau terhadap penguasa.

Di Indonesia, secara konstitusional demonstrasi merupakan hak yang harus dilindungi oleh pemerintah. Namun di sisi lain, orang yang melakukan demonstrasi juga harus mentaati peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.

Demonstrasi adalah fenomena modern yang umumnya terjadi hanya di negara-negara yang menganut sistem demokrasi, oleh karena itu demonstrasi tidak diizinkan dan tidak terjadi pada negara-negara otoriter yang berada dibawah penguasa diktator, kerajaan, dan komunisme seperti Arab Saudi, China, Korea Utara, Mesir sebelum revolusi, dan Indonesia pada era pra-reformasi.

Perbedaan pendapat terjadi karena perbedaan sistem yang diterapkan pada tiap negara. Ada tiga perbedaan pendapat ulama’ mu’ashirin terkait hukum dan tata cara beramar ma’ruf nahi munkar (demonstrasi).

Banyak ulama yang membolehkan, diantaranya Syaikh Dr. ‘Ali al-Qardaghi, Ustadz Dr. Abdurrazaq Abdurrahman As-Sa’diy, dan salah satu ulama yang paling terkenal dalam membela pendapat dibolehkannya demonstrasi adalah Syaikh Yusuf Qardhawi, seperti dalam salah satu fatwanya , “Tidak diragukan lagi bahwa demonstrasi (aksi damai) adalah sesuatu yang disyariatkan, karena termasuk seruan dan ajakan kepada perubahan (yang lebih baik) serta sebagai sarana untuk saling mengingatkan tentang haq, juga sebagai kegiatan amar makruf nahi munkar.”

Adapun dalil yang membolehkan aksi demo adalah :

Dalil dari Alqur’an

لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa : 148)

Dalam tafsirnya, Imam asy-Syaukani berkomentar tentang ayat ini, “Para ahli ilmu berbeda pendapat mengenai tatacara “al-jahru bi as-suu’” (mengucapkan suatu keburukan seseorang dengan terang-terangan) yang diperbolehkan untuk yang terzholimi. Ada yang menyatakan hendaknya mendoakannya. Ada juga yang berpendapat, tidak mengapa mengucapkan kepada khalayak bahwa “Fulan telah menzholimi saya.” atau “Si fulan telah berbuat zholim.”, atau ucapan semisalnya. Allah lebih menyukai (berpihak) terhadap orang yang terzholimi dari pada yang pelaku kezholiman.

Dalil dari As-Sunnah

Diantara dalil yang digunakan oleh kelompok yang membolehkan demonstrasi adalah hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya ada laki-laki yang mendatangi Rasulullah ﷺ lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku mempunyai tetangga yang (kebiasaannya) menyakitiku.” maka Nabi ﷺ menjawab, “Sabarlah!”  (beliau mengucapkan tiga kali).

Namun lelaki tersebut mengulangi lagi aduannya. Maka beliau bersabda, “Lemparkanlah perabotan rumahmu kejalan!” Maka lelaki tersebut melakukannya, kemudian manusia berkerumun karena hal tersebut, lalu mereka berkata, “Apa yang terjadi denganmu?” dia menjawab, “Aku mempunyai tetangga yang (selalu) menyakitiku.” kemudian dia menceritakan masalahnya. Lantas mereka berkata, “Semoga Allah melaknatnya.” Maka tetangga (yang menyakiti) mendatanginya dan berkata kepadanya, “Pulanglah kerumahmu, demi Allah, aku tidak akan menyakitimu lagi selamanya.”

Sebagaimana pisau, bahwa demonstrasi hanyalah sebuah sarana yang bisa digunakan untuk ber-amar makruf wa nahyu munkar atau justru untuk aksi kejahatan, tergantung aktor yang memainkannya. Islam membolehkan gerakan massa yang tidak menimbulkan kerusakan namun sangat mencela tindakan destruktif.

Dikarenakan, apapun yang menimbulkan mudharat tidak dibenarkan, meskipun tujuannya adalah untuk menghilangkan kedzoliman. Hal tersebut sejalan dengan kaidah,  “Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan.” Sehingga yang ditolerir oleh hukum islam adalah gerakan yang bertujuan untuk menghilangkan kemungkaran atau mengoreksi pemerintah yang keluar dari prinsip-prinsip kepemerintahan Islam tanpa menimbulkan perusakan.

Wallahu'allam

Semoga Bermanfaat !

REFRENSI :

[1] Ahmad Al-Syarbashi,al-Ghazali Wa al-Tasawuf al-islami, Dar al-Hilal halaman 23-24

[2] Minhaj al-Bahsian al-Ma’rifah al-Ghazali terjamahan Ahmadi Thaha, pustaka panji mas 1990 halaman 25

[3] Al-Ghazali, Ihya’ ulum al-Din, Juz II Dar al-fikr Bairut,1991  halaman 371

[4] Abu Al-Hasan Ali Al-Husni an-Nadawi Rijal al-Fikr Wa al-Da’wah Fil al-Islam,Dar al-Qalam al-Kuwait 1974 hlm 237

Komentar

Postingan Populer