PERAN WANITA DALAM KEBANGKITAN ISLAM


Yudit Kandhias S.

Keadaan dunia saat ini sebagian besar telah dipengaruhi oleh gaya hidup barat, mulai dari cara berpakaian, kegiatan ekonomi hingga ketatanegaraan. Itu artinya peradaban barat telah menguasai dunia sekalipun negara yang mayoritas penduduknya islam. Hal ini merupakan tantangan bagi penduduk muslim agar bisa merebut kembali peradaban islam. Bahwasanya sejarah telah mencatat, selama tujuh abad lebih islam menjadi peradaban terbesar di dunia. Dari masa Rasulullah SAW hingga dinasti Abbasiyah (1258) yang pada akhirnya runtuh yang ditandai dengan hilangnya khilafah. Dan hingga pada saat ini peradaban barat menguasai dunia.

Kebangkitan intelektual muslim sangat dibutuhkan untuk merebut kembali peradaban islam yang menjadikan dunia ini lebih baik. Kenapa peradaban islam? Karena sejarah telah membuktikan bahwa budaya islam memberi dampak positif kepada seluruh kalangan baik muslim atau non muslim, juga seluruh aspek pembangunan dunia mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga sosial dan ketatanegaraan.

Islam secara lengkap telah mengatur semuanya dalam sumber-sumber hukumnya yakni Al quran dan Sunnah, bahkan dari hal terkecil sekalipun. Jika semua aturan itu dijalankan dengan tidak memisahkan segala aspek dengan agama, maka dunia akan menjadi peradaban yang sempurna.Walaupun ekspektasi diatas mungkin dalam perwujudannya berjangka panjang, namun tidak ada salahnya memulainya dari sekarang. Setidaknya jika sekolompok kecil saja yang merealisasikan hal itu, maka akan menjadi pemancing bagi kelompok-kelompok lainnya hingga menjadi besar.

Seperti pepatah klasik mengatakan “sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit”.

Maka dari itu, harapan akan bangkitnya intelektual muslim haruslah dibentuk dari para calonnya. Siapakah calonnya? Yaitu para pemuda muslim, anak-anak, hingga balita dan bakal balita. Dari sinilah terlihat bagaimana peran wanita dalam kebangkitan intelektual muslim,  bahwasanya dalam rahim wanitalah calon intelektual itu berasal. Bagaimana baik buruk nya calon itu, adalah berdasarkan ibu yang mengandungnya. Maka tidak heran ada pepatah tempo dulu mengatakan “di balik pria yang agung, ada seorang ibu teladan”.

Jika ada para nabi, ulama dan cendekia muslim serta ksatria islam lainnya, lihatlah bagaimana ibu atau wanita yang merawat mereka. Kita ambil contoh nabi Musa yang bayinya ditemukan oleh Fir’aun, seorang yang kekafirannya sampai pada tingkat mengaku menjadi tuhan. Tapi bagaimana bisa seorang musa tumbuh menjadi pemuda yang sangat mulia dan menjunjung tinggi nama Allah, karena dibalik pertumbuhan musa ada Siti Asiah yang lembut hatinya dan tidak pernah ingkar terhadap perintah Allah SWT maka sikap durhaka Fir’aun tidak berpengaruh terhadap musa melainkan istrinyalah yang mendidik musa dengan baik. Kemudian dalam buku Sufyan bin Fuad Baswedan MA yang berjudul “Ibunda para Ulama” telah banyak dikisahkan ibunda dan wanita yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan para ulama, baik ulama terdahulu hingga ulama masa kini.

Lalu bagaimana pendapat yang mengatakan bahwa ajaran islam diskriminatif terhadap wanita? sehingga banyak wanita yang berputus asa terhadap perannya bahkan sudah tidak jarang lagi wanita yang ingin menang sendiri tanpa memperhatikan betapa mulianya mereka. Lagi-lagi sejarah sudah membuktikan bagaimana islam mengangkat derajat wanita, hal ini terlihat dengan mengkomparasikan keaadaan wanita sebelum dan sesudah islam datang. Al quran juga sudah membuktikan bahwa Allah tidak membeda-bedakan posisi wanita dan laki-laki sebagai khlifah dibumi, hal ini dibuktikan dengan firman Allah dalam surat An Nahl ayat 97 yang artinya : “Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Setelah Allah SWT menyamaratakan posisi kaum wanita dan laki-laki, maka Allah SWT memberi kemuliaan kepada masing-masing, terutama kepada wanita. Jika Allah memuliakan laki-laki dengan memberikan amanah agar menjadi pemimpin, kepala keluarga dan lainnya, maka Allah SWT memuliakan wanita dalam kedudukannya sebagai istri dari suami dan juga ibu dari anak mereka. Bukti kemuliaanya bahwa Allah mennyebutkan pengorbanan ibu kepada ananknya, dalam Al quran salah satunya pada surat Al Ahqaf ayat 15, yang sebagian artinya adalah “kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orangtuanya.

Ibunya yang mengandungnya dengan sudah payah, dan melahirkan dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa : ya tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal shaleh yang Engkau ridhai,”.

Kemudian juga pada Hadits nabi, yang artinya : dari Abu Hurairah r.a, dia berkata : Rasulullah SAW pernah ditanya “wahai Rasulullah, siapakah yang harus saya perlakukan dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ibumu”. Lelaki itu bertanya lagi, “kemudian siapa?”. Beliau menjawab lagi : “ibumu”. Lelaki itu bertanya lagi, “kemudian siapa?” beliau menjawab lagi : “ibumu”. Lelaki itu bertanya lagi, “kemudian siapa?” lalu nabi menjawab : “bapakmu” (HR. Bukhari Muslim). Nama ibu disebut sampai tiga kali oleh Rasulullah tentang orang yang harus dimuliakan, betapa islam memuliakan seorang wanita.

Islam juga menyeru untuk memuliakan wanita dalam statusnya sebagai istri, yaitu dengan memberikan perlakuan yang baik dan memberinya nafkah, Allah berfirman dalam surat An Nisa ayat 19 yang sebagian artinya adalah “Dan gaulilah mereka secara patut,”. Betapa islam memuliakan wanita, lalu dengan alasan apalagi seseorang menyebut ajaran islam deskriminatif terhadap wanita.

Nah, sudah dijelaskan secara singkat mengenai bagaimana wanita dimuliakan dalam Islam, Maka dalam hal ini pun wanita mempunyai peran di dalamnya. Seperti yang sudah disampaikan di atas tentang wanita di balik para laki-laki hebat. Pertama, wanita sabagai ibu maka peran kepada anaknya adalah mendidik anak-anaknya hingga menjadi anak yang berperangai baik dan memahami islam sehingga mampu menambah jumlah muslim cendekiawan. Bahkan dalam buku Sufyan bin Fuad Baswedan MA yang berjudul “Ibunda para Ulama” di jelaskan betapa ibu memainkan peran begitu besar dalam menentukan masa depan kecil si kecil. Ibu dengan kasih sayang nya yang tulus, merupakan tambatan hati bagi si kecil dalam menapaki masa depannya serta doa para ibu yang sholihah.

Selanjutnya adalah kedudukan wanita sebagai istri, maka peran wanita disini adalah menguatkan dan menemani suami mereka. Seperti Rasulullah SAW, ketika jatuh padanya amanah agar menjadi utusan Allah, maka disisi beliau selalu ada khadijah yang menemani dan menguatkan beliau dengan berbagi rintangannya menjadi rasul.

Oleh karena itu bila dicermati, peran wanita begitu berpengaruh terhadap kebangkitan Islam. Maka pendidikan juga sangat dibutuhkan bagi para wanita, agar dapat menjalankan perannya sebagai pendidik calon intelektual. Itulah hubungan wanita muslimah dengan kebangkitan islam di masa yang akan datang. Mari kita renungkan bagaimana hal tersebut terjalankan dengan rapi, dan berputar dengan rapi pula. Mulai dari intelektual muslim beristri sholehah yang melahirkan calon intelektual kemudian dibina dengan sempurna, hingga berpengaruh terhadap dunia yang lebih baik.

Wallahu'allam

Malang, 28 Juli 2018

Komentar

Postingan Populer